Latest News

Tangan KAMMI (yang tidak Lagi) Kekar (3-habis)


AKSI

= Ketika Kita Mendaki di Jalan yang Berbukit =


“Sesungguhnya medan berbicara itu tidak semudah medan berkhayal. Medan berbuat tidak semudah medan berbicara. Terkadang sebagian besar orang mudah berangan-angan, namun tidak semua angan-angan yang ada dalam benak mampu iucapkan dengan lisan. Betapa banyak orang yang dapat berbicara, namun sedikit sekali yang sanggup bekerja dengan sungguh-sungguh dalam bekerja dan yang sedikit itu banyak yang sanggup berbuat namun jarang yang mampu menghadapi rintangan yang berat dalam berjihad.”

Pendahuluan

Kita telah sampai pada sebuah perjalanan yang begitu berliku-liku dan tajam। Namun itu semua, pada detik ini, tidak pernah menyurutkan kita untuk terus melangkah menyemai kebaiakan। Sesungguhnya keberadaan kita di jalan dakwah adalah kebutuhan kita sendiri। Rasa kebutuhan yang melebihi sekedar kebutuhan, karena kita melangkah di jalan ini merupakan bagian dari rasa syukur kita atas hidayah yang telah diberikan Allah kepada kita semua। KAMMI telah melangkah tuk menunaikan janjinnya pada negeri ini. Janji itu tertuang pada cita-cita KAMMI yakni mewujudkan Indonesia madani. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut KAMMI menghimpun para pemuda-pemudi yang ikhlas untuk mau berjuang bersama-sama KAMMI. Akhirnya para pemuda-pemudi itupun berbondong-bondong, dengan semangat yang tinggi mewakafkan dirinya.


Pemuda-pemudi itu dengan keragamannya mencoba untuk saling mengisi dan memberikan sebuah kontribusi. Berkaitan dengan keragaman ini, kita teringat dengan sahabat-sahabat nabi seperti Umar Al-faruq dengan ketegasannya dalam hal masalah agama, ada Ustman bin Affan yang terkenal dengan kedermawanannya, atau kita mengenal sosok kesabaran seorang Ali. Keragaman itu akan mengajarkan pada kita akan pentingnya saling tafahum dan takaful. Keragaman adalah aset kita yang sangat berharga dalam menggerakan roda organisasi. Terlepas plus dan minus dari masing-masing individu itu akan menjadi catatan kita. Yang minus harus kita benahi. Terpenting bagi kita ialah dengan keragaman itu kita mencoba menciptakan soliditas gerakan. Soliditas gerakan akan tumbuh dengan masif (cepat dan kuat/besar) jika kita dapat menjauhi (dengan sekuat tenaga) perpecahan di dalam tubuh oganisasi. Soliditas jama’i akan terwujud jika terjadi soliditas antar individu (ta’liful qulub).Menciptakan soliditas gerakan ini harus kita jadikan agenda pertama, sebelum kita melangkah pada agenda-agenda selanjutnya. Bagaimana mungkin kita dapat mewujudkan agenda-agenda besar, jika di internal sendiri sangat rapuh?. Soliditas akan menghasilkan kekuatan berupa; ghirah yang tinggi, terminimalisasinya tafarukh, tanzhimi yang kuat, ukhuwah, tafahum-takaful, dan tercapainya agenda-agenda besar.

Kesalahan adalah Resiko Sebuah Aktivitas

Jalan dakwah memang tidak ditempuh oleh malaikat. Ini jalan para manusia. Lebih dari itu, ini adalah jalan orang-orang yang memperbaiki diri dari kekeliruan. Mereka yang bergabung dijalan ini tidak lain adalah orang-orang yang menyadari betapa banyak kekeliruan mereka dan betapa mereka memerlukan bantaun orang lain untuk memperbaiki diri. Maka, keliru bila ada anggapan bahwa mereka yang telah bergabung dijalan ini adalah orang-orang yang lebih shalih dari mereka atau salah besar bila kelompok penyeru tidak boleh melakukan kekeliruan. Pertama, kami pasti dapat menemukan kesalahan atau aib saudara kami, jika kami mencari-carinya. Ibarat lalat yang selalu mencari tempat dan sisi kotor dari manuia. Kedua, bahwa kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan oleh saudara-saudara kita di jalan ini, adalah resiko dari mereka yang terus bergerak dan melakukan banyak aktivitas. Justru ini menunjukan dinamika mereka yang hidup di alam di mana mereka juga dilingkupi pertentangan dengan arus yang bathil. Kita memandang, kesalahan mereka tidak menjadi kekurangan, Selama tidak disertai sikap fanatik dan terus-menerus melakukan kesalahan. Kesalahan subtansial justru terjadi ketika seorang du’at mundur dari aktivitas da’wah dan berdiam diri dengan alasan ingin memelihara diri agar tidak menyeleweng dari ajaran Allah.

Memelihara Dominasi Kebaikan saudara

Kita semakin mengerti bahwa posisi kita tidak sama dengan posisi kebanyakan orang dalam hal memandang permasalahan yang boleh jadi segera ditanggapi secara negatif dari sebagian orang. Ketika ada informasi miring terkait dengan saudara-sadara kita, maupun institusi kita, pada suatu sat kita harus mempunyai tawaqu’at (daya antisipasi) dan manna’ah (daya imunitas) yang memadai. Tawaqqu’at yang dimaksud adalah semacam kewaspadaan dan kehati-hatian menaggapi satu persoalan yang memiliki kaitan dengan saudara kita maupun institusi kita. Sikap manna’ah yang kita kehendaki adalah kemampuan kita dalam menyaring dan memfilter dari sikap yang akan menghancurkan dari suatu perjkuangan. Kedua sikap mendasar ini, pada akhirnya akan memunculkan sikap tenang, tidak gegabah, panik dalam menghadapi situasi yang cenderung menggoyahkan sendi-sendi perjuangan. Kita harus memelihara istiqrar jama’I (stabilitas kolektif) dan matanatu at tanzhim (soliditas institusi) agar kita tetap bisa melaukan kebaikan-kebaiakan dan produkif. Ragam pengalaman di jalan ini, semakin memperkuat kesungguhan kita untuk mmbedakan sesuatu pandangan. Perihal niat, tidak ada yang mengetahuinya kecuali allah swt. Sedankan tentang cara dan waktu, sebuah kritik dan nasehat harus dilakukan dengan cara yang baik dan waktu yang tepat. Diantara sebabb fitnah yang mendera umat ini adalah ketika muncul suara negative yang disampaikan secar terang-terangan. Usamah bin Zahid berkata “Aku pernah mengatakan secara rahasia kepada Utsman tanpa membuka celah pintu sedikitpun untuk sampai kepada orang lain. Karena posisi Ustsman pada waktu itu adalah sebagai pemimpin. Aku tidak mengucapkan secar terbuka karena takut memecah belah kaum muslimin. Ia mengetahui bahwa menyembunyikan nasihat, tidak berarti menyepelekan kebenaran. Tidak berarti diam dari menyampaiakn yang makruf. Kebaikan itu bagaimanapun terikat denagn kemaslahatan dan suatu kebaikan harus berakhir pada kebaikan pula. Akhirnya mari kita renungkan nasehat berikut: “ keletihan itu, akan menjadi beban ketika kami merasakannya sebagai keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakianan ruhiyah. Maka sesungguhnya kesempitan di jalan ini, pasti menyimpan hikmah luar biasa yang akan tercurah dalam bentuk rahmat Allah swt”. Amin. (dar)

(*) Disandur sepenuhnya dari taujih Ust Muh Lili Nur Aulia Lc.

No comments :

Post a Comment

Syukron atas komentarnya, HAMASAH!!!

Theme images by Bim. Powered by Blogger.